Sunday 21 December 2008

Melegalkan Tradisi Tolas Tma - Nikut Sebagai Model Dengar Pendapat Publik dalam Perumusan Kebijakan dan Pelayanan Publik di Kabupaten TTU

Oleh: Vincent Bureni—(bengkel APPeK NTT)

Partisipatif di era otonomi masih bergerak pada tataran normatif dan retorika. Masih mengambangnya prinsip partisipatif ini ditandai dengan belum adanya kebijakan di tingkat lokal (termasuk dalam bentuk Perda) yang mendorong atau menetapkan adanya keharusan untuk melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan publik. Dalam tataran yang lebih operasional, hingga saat ini belum ada mekanisme yang mengatur komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat secara memadai dengan standar yang jelas, dimana dengan mekanisme ini memungkinkan terakomodirnya kebutuhan dan permasalahan masyarakat dalam kebijakan publik. Mekanisme partisipasi masyarakat melalui sistim musrenbang dan reses yang dilakukan oleh DPRD untuk diproses menjadi kebijakan dan adanya perubahan kualitas pelayanan publik masih jauh dari harapan.

Dalam tataran praktis pola pendekatan pembangunan daerah di NTT pada umumnya termasuk kabupaten TTU yang terjabar dalam Sistim perencanaan, gejala umum dalam kajian lapangan pada berbagai diskusi diberbagai level baik dengan pemerintah maupun kelompok masyarakat secara umum pola pendekatan tersebut, cenderung masih teknokratis dan cenderung mengabaikan aspirasi masyarakat yang akhirnya menghasilkan kebijakan yang formalistik. Selain itu pola penjaringan aspirasi masyarakat oleh anggota legislatif melalui masa reses belum cukup menjamin terakomodirnya aspirasi masyarakat.

Pendekatan partisipasi yang dilakukan melalui kedua pola tersebut berdampak pada, Pertama; kecenderungan keterlibatan masyarakat sangat formalistik tanpa suatu kesadaran sabagai sebuah hak. sifatnya diorganisir ataupun ikut-ikutan. Artinya masyarakat terlibat jika ada undangan atau sudah merupakan agenda tetap suatu sistim perencanaan yang dilakukan setiap tahun pada bulan-bulan tertentu setelah itu masyarakat kembali melakukan aktivitas hariannya seperti biasa. Kedua; masyarakat berasumsi bahwa dalam kaitan dengan proses pengambilan keputusan terhadap pembangunan, pemerintahan dan persoalan kemasyarakatan adalah merupakan kewenangan pemerintah sementara masyarakat hanya sebagai pengguna dan pelaksana terhadap kebijakan tersebut. Kondisi ini diakibatkan oleh masih kuatnya pendekatan program sektoral yang dirumuskan oleh dinas atau instansi pemerintah. Ketiga; orientasii pembangunan melalui pendekatan-pendekatan tersebut lebih mengutamakan pembangunan fisik dibanding pembangunan manusia lainya seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi dan lainya kurang mendapat perhatian.

Walaupun demikian kedua pola tersebut sudah merupakan mekanisme dari sistim pemerintahan ini, tidak serta-merta diabaikan tetapi perlu didukung melalui suatu pola komunikasi untuk menjamin hubungan interaksi antar pemerintah dengan masyarakat, maupun Anggota legislatif dengan masyarakat/konstituenya dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat sipil untuk turut menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan sebagai persoalan bersama.

Konsep Tolas Tma-Nikut

Kabupaten TTU sejak jaman kerajaan, kemudian muncul jaman swapraja dan hingga kini muncul sistim pemerintahan modern pendekatan pembangunan selalu memperhatikan tradisi budaya yang perkembang dan hidup. Kabupaten TTU dikenal dengan tiga swapraja besar yakni swapraja Miomafo, swapraja Insana dan swapraja Biboki yang disingkat BIINMAFO.

Tradisi penyaluran aspirasi masyarakat TTU baik swapraja Miomafo, Insana maupun swapraja Biboki, dikenal dengan Tolas Tmanikut.

Tolas-Tmanikut berasal dari kata Tolas artinya musyawarah, pertemuan atau rapat dan Tmanikut artinya berkumpul, berhimpun, bersama-sama. Musyawarah (tolas) tidak hanya melibatkan segelintir orang tetapi melibatkan semua yang berkepentingan, berkumpul secara fisik atau bersama-sama (tabua’) untuk membahas atau membicarakan sesuatu / beberapa hal yang menjadi kepentingan bersama (musyawarah). Dalam tutur adat sering kata tolas lebih dipertegas dengan sinonimnya yang lain yaitu kata Nikut, sehingga menjadi tolas-tabua, nikut-tabua’ (Toltabua’ ma tniuktabua’). Nikut atau Tniuktabua’ berarti : me-rapat yakni bergerak bersama-sama dari berbagai arah menuju satu titik “tolas” yang disepakati. Dalam arti yang lain, “nikut” dapat bermakna duduk bersama dalam bentuk lingkaran atau membundar. Dengan demikian, aspek-aspek penting dari tolas-tabua nikut-tabua’ adalah duduk bersama, dalam bentuk lingkaran, untuk bermusyawarah dan ada keputusan bersama.

Mengapa dalam bermusyawarah harus duduk membentuk lingkaran ?

Pertama, Berangkat dari filosofi rumah tinggal. Pada umumnya masyarakat tradisional Atoin meto’ pada zaman dahulu memiliki rumah tinggal yang disebut “uembubu’‘ (rumah bulat) yang dipasangkan dengan “lopo” yakni sebuah bangunan berbentuk bundar, bertiang empat tanpa dinding yang biasanya ditempatkan di depan atau di samping rumah (uembubu). Uembubu’ identik dengan perempuan dan Lopo adalah laki-laki. Pada zaman dahulu, perempuan tidurnya di Uembubu’ sedangan laki-laki tidur di lopo. Karena itu perempuan (isteri) dijuluki “Sontuaf” yang artinya tuan rumah. Rumah/Uembubu’ bukan tempat menerima tamu. Semua tamu hanya diterima di lopo. Termasuk untuk kepentingan pertemuan keluarga atau kepentingan-kepentingan lain yang melibatkan banyak orang dii luar penghuni rumah tangga sendiri. Dengan demikian Tolas-Tmanikut dengan sendirinya dilaksanakan di Lopo yang berbentuk bundar. Bentuk inilah yang berpengaruh terhadap cara duduk dalam setiap pertemuan yang harus berbentuk lingkaran berlapis dengan pemimpin rapat yang adalah “Amaf” (Kepala Suku) yang duduknya bersandar di bawah salah satu tiang lopo. Kedua, Filosofi yang terkandung dalam cara duduk yang berbentuk lingkaran berlapis itu adalah satu hati, setiap peserta musyawarah memiliki hak suara yang sama, program harus mendapat dukungan semua pihak (tidak mengenal voting). Momentum Tolas Tmanikut biasanya digunakan oleh suku/klen untuk membicarakan/membahas/ merencanakan atau memusyawarakan berbagai hal apa saja untuk kepentingan bersama di dalam suku atau klen. Tolas Tmanikut juga sering digunakan oleh pemangku jabatan pemerintahan dalam membicarakan tentang berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengontrolan pelaksanaan pembangunan.

Dalam Tolas Tmanikut ini biasanya disepakati hal-hal yang harus dilaksanakan demii kebaikan dan kesejahteraan bersama, disamping juga putusan-putusan yang tidak boleh dilanggar (larangan-larangan yang harus dipatuhi yang disertai dengan sanksi-sanksi adat, seperti denda dalam bentuk sopi, uang dan hewan yang disebut OPAT.

Mekanisme Tolas Tmanikut Masa Kerajaan dan Swapraja

Pemberi Informasi Tolas Tmanikut. Biasanya sebelum tolas tmanikut diawali dengan informasi tujuan/topic diskusi yang disampaikan oleh mafefa / Apeat. Mafefa atau apeat ini akan menyampaikan informasi dari raja kepada amaf Hitu sebagai amaf tertua dan selanjutnya amaf hitu akan mengundang amaf-amaf dan atau suku-suku dibawahnya yang lain untuk melakukan tolas tmanikut melalui Nai Boas.

Peserta Tolas Tmanikut. Peserta rapat terdiri dari perempuan dan laki-laki. Namun dalam tradisi Insana, Biboki maupun Miomafo, perempuan hanya berfungsi untuk menyiapakan tempat dengan membuka tikar dan menyiapkan tempat siri untuk Loe kepada para peserta rapat yang hadir. Perempuan tidak diperbolehkan untuk mengikuti rapat karena menurut anggapan laki-laki perempuan tidak bisa menyimpan rahasia. Jadi perempuan dijuluki sebagai “Bife Kon Luman”/ perempuan tidak berkumis. Setelah itu perempuan kembali mengambil posisi dibelakang dan tidak disertakan dalam tolas tmanikut.

Proses Tolas Tmanikut. Pimpinan rapat ditingkat raja dengan amaf-amaf dipimpin oleh raja sementara ditingkat amaf dengan suku-suku dipimpin oleh amaf naek dari amaf-amaf.
Proses Tolas tmanikut diawali dengan persembahan sebotol sopi dan siripinang yang ditaruh diatas meja sebagai simbol bahwa proses diskusi akan segera dimulai. Sopi dituang dan diederkan untuk diminum oleh peserta dan langsung diawali penyampaian maksud dan tujuan tolas tmanikut.

Penyampaian aspirasi dari peserta, biasanya disampaikan oleh Mafefa (juru bicara suku-suku). Jadi untuk menyampaiakan pendapat, tidak semua peserta yang hadir menyampaikan pendapat namun diwakili oleh mafefa.

Pengambilan keputusan. Kesimpulan hasil tolas tmanikut secara keseluruhan disimpulkan secara bertingkat yaitu jika tolas tmanikut itu dilakukan antara raja dan amaf maka disimpulkan oleh Malasi sementara untuk tingkat amaf dengan suku disimpulkan oleh mafefa. Hasil simpulan tersebut disampaikan kepada peserta dan masyarakat umum (tob’) untuk ditindaklanjut atau dijalankan. Jika tidak ada yang menjalankan keputusan tersebut maka yang bersangkutan diberi sanksi Tua Kusi Bijae Tobo’ ( 1 botol sopi, 1 ekor babi dan 1 karung beras) sebagai wujud pedamaian/ganti rugi terhadap kesalahan yang dilakukan. Selanjutnya jika yang bersangkutan tidak mampu membayar maka yang bersangkutan dirotani oleh raja.

Dalam proses tolas tmanikut keputusan diambil oleh raja terhadap hasil simpulan yang disampaikan oleh mafefa atau malasi. Kemudian diturunkan dalam bentuk perintah untuk dilaksanakan.

Fasilitator. Dalam tradisi Tolas Tmanikut, fasilitator dikenal sebagai orang yang meluruskan masalah yang disebut dengan Anon Molok atau anon lasi.

Gambaran trdisi Tolas Tmanikut tersebut menunjukan bahwa pada jaman kerajaan hingga jaman swapraja ada model muswarah untuk mufakat dengan mekanisme jelas. Namun budaya ini masih merupakan budaya tutur sehingga hasil proses dan hasil Tolas Tmanikut tidak didokumentasikan dengan baik. Walaupun demikian dengan mengadalkan ingatan ketaatan untuk menjalankan hasil musyawarah sangat tinggi. Selain karena kesadaran tetapi juga karena sanksi adat yang membuat masyarakat tersebut menjalankan dan takut untuk melanggar kesepakatan.

Dengan fakta sistim perencanaan dan reses disatu sisi dan tradisi Tolas Tmanikut disisi lain dengan kelebihan dan kekuranganya, maka pemerintah TTU bekerjasama dengan pemerintah German melalui program Good Local Governance (GLG) yang dimediasi oleh Bengkel Advokasii Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung (Bengkel APPeK) NTT merumuskan model dengar pendapat publik dengan tetap mengacu pada tradisi atau nilai-nilai lokal yang memiliki roh dan spirit demokratisasi dan Good Governance. Program kerjasama ini sudah dilaksanakan sejak Desember 2007 hingga Oktober 2008. untuk efektifitas pelaksanaan perumusan model ini maka terbentuk sebuah tim kerja kolaborasi yang berasala dari pemerintah kabupaten TTU (Bappeda, Pemdes, PMD, pihak kecamatan), Akademisi (UNIMOR), LSM (YABBIKU dan LAKMAS) dan pemerintah desa yang mewakili 3 swapraja yakni desa Tes dan desa Noebaun (Miomafo), desa Loeram (Insana) dan desa Orinbesi (Biboki).

Perjalanan yang panjang mulai dari diskusi kampung di desa, kajian naskah akademis, perumusan model, lokakarya, dialog publik dan diksusi rutin lainnya ditingkat tim kerja, maka menghasilkan sebuah model dengar pendapat publik versi TTU yang disebut TOLAS TMANIKUT. Untuk menjamin pelaksanaan Tolas Tmanikuta maka pemerintah Kabupaten TTU melegalkan model ini menjadi Peraturan Bupati TTU Tentang PEDOMAN PELAKSANAAN TOLAS TMANIKUT ANTARA MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK DAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA. Peraturan ini masih bersifat draf karena masih ada kajian lanjutan untuk memperdalam substansi peraturan Tolas Tmanikut.

Mengapa Tolas Tmanikut Di-legalformal-kan?

Ada 4 Tujuan mendasar tolas Tmanikut dikembangkan menjadi model dengar pendapat adalah pertama; meningkatkan keterlibatan masyarakat dan stakeholders dalam upaya perumusan kebijakan atau peraturan, kedua; Menemukan solusi yang lebih berdasarkan pada permasalahan dan kebutuhan masyarakat lokal dan dapat diterima, ketiga; memperbaiki dan memperluas mekanisme alokasi (redistributif) dari kebijakan yang telah diambil dan keempat adalah mendorong adanya pembentukan kesepakatan dan penyelesaian konflik secara terlembaga dalam penyusunan kebijakan publik dan pelayanan publik.

Model Tolas Tmanikut ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintah disatu sisi dan masyarakat disisi lain. Bagi pemerintah TTU dengan adanya tolas tmanikut, maka: (1) pemerintah dapat memperoleh data dan informasi sebagai dasar penyusunan dan penetapan suatu kebijakan dan peraturan berdasarkan data dan fakta yang lebih komprehensif; (2) Meningkatkan komunikasi yang efektif di antara masyarakat dengan pemerintah secara lebih partisipatif; (3) Sebagai instrument untuk menunjukan kinerja pemerintah yang lebih transparan, tanggap, dan akuntabel; dan (4) Meningkatkan dukungan publik terhadap kebijakan yang direncanakan atau dihasilkan.

Sementara manfaat yang akan dipereoleh masyarakat adalah bahwa dengan adanya Tolas Tmanikut maka (1) Posisi tawar masyarakat dalam sebuah kebijakan menjadi lebih terlembagakan, (2) Memiliki instrument untuk mendesakkan kebutuhan dan kepentingannya kepada para pengambil kebijakan; (3) Menyampaikan keluhan, usulan, dan masukan-masukan tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik yang mempengaruhi kehidupan masyarakat

Substansi Atau Isi Tolas Tmanikut Sebagai Model Dengar Pendapat Publik Dalam Draf Peraturan Bupati

Draf Peraturan bupati TTU tentang pedoman pelaksanaan Tolas Tmanikut antara masyarakat dan pemerintah dalam perumusan kebijakan publik dan pelayanan publik di kabupaten timor tengah utara memuat beberapa substansi penting yakni :

I. Kriteria masalah. Suatu masalah dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan Tolas Tmanikut jika memenuhii kriteria sebagai berikut : Kebutuhan mendesak, Kebutuhan yang telah diusulkan berulang-ulang, Berdampak luas bagi publik, Meresahkan banyak orang, Diskriminatif (ketidakadilan) dalam kebijakan dan pelayanan serta Program Dadakan. Kriteria-kriteria tersebut dijadikan sebagai kriteria umum untuk mengikat berbagai komponen dalam melakukan Tolas Tmanikut, agar menghindari persoalan-persoalan atau masalah-masalah yang bersifat pribadi.

II. Lingkup Masalah. Terdapat tiga lingkup masalah Tolas Tmanikut yakni a) Kebijakan Publik, b) Pelayanan Publik dan c) Persoalan lokal yang khusus. Ketiga lingkup masalah ini sangat berkaitan dengan kriteria masalah. Artinya dalam hal perumusan/perencanaan hingga evaluasi kebijakan pelayanan publik benar-benar mengacu pada kriteria – kriteria tersebut perlu di Tolas Tmanikut-kan sehingga kebijakan yang dihasilkan dan pleyanan publik yang dilakukan benar-benar efektif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan oleh semua pihak.

III. Penyelenggaraan Tolas Tmanikut. Penyelenggaraan tolas tmanikut sangat berhubungan dengan 1) siapa pelaku Tolas Tmanikut? bagaimana mekanismenya? Bagaimana Biayanya? Seperti apa tahapan pelaksanaanya?.

(1) Pelaku Tolas Tmanikut. Dalam penyelenggaraan Tolas Tmanikut ada tiga aktor penting yakni penginisiatif, Peserta dan fasilitator. Pertama, Penginisiatif. Tolas Tmanikut dapat dapat saja diinisasi oleh pemerintah, DPRD, warga sipil maupun pihak ketiga (Perguruan Tinggi, LSM dan pengusaha). Karena itu sebelum penginisiatif ini perlu menyiapkan data dan informasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Penginisiatif ini pun tidak saja menginisiasi proses tolas Tmanikut tetapi juga mengawal hasil Tolas Tmanikut sehingga dapat menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan masalah tentang perkembanganya. Kedua, Peserta. Peserta Tolas Tmanikut tidak mengikat tetapi dapat membuka ruang bagi unsur-unsur yang terkait dengan topik pembahasan diantaranya; Masyarakat umum, Masyarakat terkait masalah, Tokoh masyarakat, Tokoh agama, Tokoh adat, Unsur perempuan, Tokoh pemuda, Unsur pendidikan dan akademisi, Asosiasi profesi, Lembaga swadaya masyarakat, Aparatur pemerintah, Anggota dewan perwakilan rakyat daerah Timor Tengah Utara. Peserta berhak menyampaikan pendapat dalam tolas tmanikut serta berhak memberikan usulan dan pertimbangan sebagai alternatif pengambilan kebuputasn dalam proses tolas tmanikut. Selain memiliki hak, perserta juga memiliki kewajiban mengikuti proses mulai dari awala sampai akhir proses tolas tmanikut, wajib mentaati ketertiban proses tolas tmanikut dan wajib menginformasikan hasil tolas tmanikut kepada pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan manfaat dan atau dampak hasil tolas. Ketiga, Forum Pengawal Tolas Tmanikut. Dalam rangka efisiensi dan efektifitas hasil Tolas Tmanikut, maka dibentuk Forum Pengawal Tolas Tmanikut yang berada pada tingkat Kabupaten yang beranggotakan setiap tingkatan administrasi pemerintahan Desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten.

Syarat-syarat keanggotaan Forum Pengawal Tolas Tmanikut terdiri dari
a) Memahami keseluruhan proses Tolas Tmanikut,
b) Memahami persoalan yang terjadi di masyarakat dan
c) Memiliki komitmen untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat.

Dalam substansi inipun mengatur dengan jelas tugas anggota forum pengawal yakni ; Mengumpulkan data dan informasi, Menganalisasi hasil inventarisir/identifikasi masalah, Memfasilitasi proses Tolas Tmanikut sesuai dengan mekanisme/pentahapannya, Menindaklanjuti kesepakatan yang diperoleh kepada pihak pengambil keputusan, Menginformasikan hasil pengawalan Tolas Tmanikut kepada publik dan Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Tolas Tmanikut. Keempat Anon-Molok (Fasilitator). Dalam rangka memudahkan dan memperlancar proses Tolas Tmanikut maka dibutuhkan Anon Molok (Fasilitator) yang diambil dari amaf, kader-kader daerah yang memiliki sifat netral dan mampu untuk mendengarkan orang lain dengan perananya sebagai berikut: Menjembatani ketika terjadi kebuntuan dalam proses Tolas Tmanikut, Mengkanter berbagai isu negatif yang muncul terkait dengan hasil yang disepakati dalam proses Tolas Tmanikut, dan Menyampaikan keseluruhan hasil kesapakatan dalam proses Tolas Tmanikut’ kepada semua pihak

(2) Mekanisme Tolas Tmanikut.

a) Bentuk Pelaksanaan Tolas Tmanikut. tolas Tmanikut dapat berbentuk langsung dan tidak langsung. Bentuk langsung berupa tatap muka berbagai pihak untuk membahas secara tuntas terhadap sebuah topik pembahasan sampai menemukan solusi bersama dengan metode musyawarah mufakat. Bentuk tidak langsung yakni penyampaian pengaduan atas persoalan dengan menggunakan media cetak, elektronik, line telphon dan email.

b) waktu dan tempat Tolas Tmanikut. Waktu Tolas Tmanikut dapat dijadwalkan dan atau tidak terjadwal. Waktu tidak terjadwal yang dimaksud adalah Kapan saja ketika ada permasalahan ditingkat masyarakat dan diinisiasi oleh masyarakat dan atau Kapan saja ketika pemerintah hendak menyusun, menyosialisasikan dan mengevaluasi suatu kebijakan dan pelayanan publik sementara Waktu terjadwal yang dimaksud adalah Setiap dua kali setahun diluar masa reses dan musrenbang, dijadwalkan oleh pemerintah kabupaten dan DPRD kabupaten Timor Tengah Utara serta pada saat pra musrenbang, proses musrenbang dan setelah musrenbang yang telah dijadawalkan oleh pemerintah. Tolas tmanikut dapat saja dilakasanakan pada tingkat wilayah administrasi pemerintahan kabupaten Timor Tengah Utara yakni tingkat desa dan Kelurahan, Tingkat Kecamatan dan atau Tingkat Kabupaten. Pelaksananaan tolas Tmanikut sebagaimana dimaksud ini berdasarkan masalah yang timbul dan dirasakan oleh masyarakat sesuai kriteria masalah dan letak kewenangan penyelesaian masalah.

C) Tahapan Pelaksanaan Tolas Tmanikut. Tim kerja Tolas Tmanikut mengembangkan tahapanya dalam tiga tahap penting yakni Tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap Monitoring dan evaluasi.

C.1) Tahap persiapan merupakan tahap awal yang menjadi dasar tahap pelaksanaan dan monev. Untuk itu pada tahap persiapan, diawali dengan pengumpulan data untuk memperdalam akan masalah yang timbul oleh penginisiatif baik pemerintah, masyarakat maupun pihak ketiga. Penginisiatif memperdalam pemahaman akan masalah dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan panduan berikut bagi perumusan masalah yang tepat: Apa topik masalahnya? Apa saja penyebabnya? Jika ada pelakunya, maka diperjelas siapa pelakunya? Apa akibat langsung dari masalah yang timbul? Apa saja dampak lanjutan yang ditimbulkan? Apa saja usulan tindakan perbaikan/penyelesaian yang mungkin diambil bagi kepentingan semua pihak? Apa keuntungan atau manfaat dari tindakan penyelesaian masalah? Yang dibantu dengan format sederhana untuk menyaring masalah – masalah menjadi masalah prioritas yang dalam substansi Tolas Tmanikut disebut sebagai Format Identifikasi dan pembobotan prioritas masalah. Pada format ini, kriteria penilaian yang digunakan untuk menilai suatu masalah terdiri atas dua bagian yakni kriteria akibat dari masalah yang ditimbulkan dan kriteria sebab (penyebab) yang menimbulkan atau turut memicu munculnya masalah. Kriteria akibat terdiri dari mengancam nyawa, banyak yang dirasakan, dan mengganggu produktivitas. Sementara kriteria penyebab terdiri dari ada atauran/kebijakan, ada dukungan program dan potensi masyarakat. Setelah menentukan prioritas masalah maka langkah selanjutnya adalah Analisis Pelaku dan Perilaku bermasalah. Analisis ini dibantu dengan format yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengetahui pelaku – pelaku dan perilaku bermasalah yang ditimbulkan terhadap suatu masalah baik yang datang dari masyarakat maupun lembaga. Penyebutan pelaku jangan menyebut nama orang tetapi alangkah lebih baik jika dalam bentuk status/strata dan lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah. Uraian perilaku bermasalaha berdasarkan pelaku dari suatu masalah prioritas, artinya sebuah masalah prioritas pelakunya bisa lebih dari satu dan setiap pelaku bisa lebih dari satu perilaku bermasalahnya. Langkah selanjutnya adalah penginisiatif bersama pihak yang terkena dampak atau yang mengalami masalah menganilisis Penyebab perilaku bermasalah dan akibat yg ditimbulkan. Format ini digunakan untuk menganalisis sebab-sebab suatu perilaku bermasalah ditimbulkan oleh pelaku serta mengetahui akibat langsung maupun lanjutan yang akan terjadi peilaku bermasalah tersebut. Format ini juga membantu kita untuk mengetahui berapa banyak korban dari prilaku bermasalah yang ditimbulkan tersebut. Karena itu dari hasil penentuan perilaku tersebut, dikaji lebih jauh tentang penyebab, akibat yang ditimbulkan, banyaknya korban dari perilaku bermasalah serta tindakan penyelesaianya. Untuk menentukan suatu tindakan penyelesaian atau perbaikan mengacu pada penyebab timbullnya perilaku bermasalah dan dapat juga peserta dapat merencanakan tindakan perbaikan terhadap akibat yang ditimbulkan. Logikanya tindakan perbaikan dilakukan guna menyelsaikan penyebab perilaku bermasalah dan dapat menghilangkan akibat yang timbul dari perilaku bermasalah tersebut. Langkah berikut dari tahap persiapan ini adalah Menentukan Prioritasi Tindakan Perbaikan/penyelesaian. untuk menentukan bahwa apakah tindakan penyelesaian/perbaikan tersebut prioritas untuk dijakdikan sebagai alternatif penyelesaian masalah atau tidak maka digunakan bobot tindakan. jumalh bobt tertinggi berdasarkan ururtan dan atas petimbangan berbagai kemampuan dan kewenangan maka akan dijadikan sebagai prioritas untuk dilaksanakan dan akan dibahas pada tahap II proses tolas tmanikut.

Selanjutnya Perumusan kesimpulan hasil analisis masalah. Rumusan dibuat dalam bentuk deskriptif dengan struktur tulisan sebagai berikut:

• Latar Belakang
- Gambaran masalah yang meliputi jawaban akan apa, mengapa, kapan, dimana, siapa?
- Gambaran proses identifikasi masalah.
• Prioritas Masalah
• Penyebab
• Akibat/dampak yang Ditimbulkan
• Usulan Rencana Penyelesaian
• Penutup

Langkah terakhir dari tahap persiapan ini adalah Kesimpulan beserta lampiran lainnya disampaikan kepada pemerintah sesuai wilayah permasalahan (desa da kelurahan, kecamatan, dan kabupaten) dimana masalah itu timbul.

C.2) Tahap II Pelaksanaan Tolas Tmanikut. Permasalahan yang disampaikan oleh penginisiatif direspon oleh pemerintah sesuai dengan wilayah permasalahan. Selanjutnya Mempersiapkan moderator dan notulis Tolas Tmanikut, Mempersiapkan alat dan bahan bagi kelancaran Tolas Tmanikut, Mempersiapkan ruangan tempat pelaksanaan Tolas tamnikut dan Melaksanakan Tolas Tabua’ sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal-hal lain terkait penyelenggaraan Tolas Tmanikut yakni Penutupan pendaftaran peserta selambat-lambatnya adalah 1 jam sebelum pelaksanaan, Khusus peserta aktif, wajib menyerahkan materi presentasi saat pendaftaran, Pihak penyelenggara wajib untuk mengundang dan menghadirkan wakil pemerintah, paling kurang pihak Asisten Kepala Daerah dan Kepala SKPD terkait. Wakil pemerintah hendaknya yang berkapasitas untuk mengambil keputusan. Setelah itu Membangun Kesepakatan Bersama yang tertuang dalam perjanjian kerjasama dan Rekomendasi. Peserta Tolas Tmanikut melakukan perencanaan aksi bersama terhadap tindakan perbaikan/penyelesaian prioritas dengan menggunakan format aksi bersama. Perumusan perjanjian kerjasama dan Rekomendasi. Perumusan Nota Kesepakatan dan Rekomendasi dilakukan secara bersama-sama dengan mengacu pada tindakan aksi bersama. Selanjutnya Penandatangan kerjasama dan Rekomendasi. Hasil tolas tmanikut ini kemudian disosialisasi hasil kesepakatan kepada publik (berupa pengumuman di Radio, Koran, Media Keagamaan, papan informasi, serta media pengumuman lain yang relevan di tingkat komunitas).

c.3) Pasca Pelaksanaan.
 Monitoring. Penyelenggara melakukan pemantauan terhadap tingkat penyelesaian masalah dan Pemerintah berkewajiban mempublikasikan tingkat penyelesaian masalah (melalui media yang ada; papan informasi, pers, mimbar institusi keagamaan dll) berdasarkan Nota Kesepakatan

Evaluasi. Evaluasi kesepakatan dan pelaksanan kesepakatan (apakah ada pihak yang dirugikan, sejauhmana kesepakatan dilaksanakan). Yang melakukan evaluasi adalah elemen-elemen yang terlibat dan penerima manfaat dari masalah tersebut. Pemerintah (sesuai wilayah permasalahan) wajib membuat laporan tertulis pada bupati

d. Mekanisme Komplain. Dalam Tolas Tmanikut ini, substansi mengatur juga tentang mekanisme keberatan atau komplain. Keberatan atas pelaksanaan hasil Tolas Tmanikut disampaikan secara tertulis maupun secara lisan kepada satuan kerja dan atau pihak terkait melalui sarana yang tepat dan dapat dipercaya. Keberatan yang dimaksud dapat dilakukan jika terjadi penyimpangan kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian kerjasama dan atau Perjnajian Perbaikan dan rekomendasi. Sarana yang tepat dan dapat dipercaya dalam bentuk; Tatap muka, Publikasi melalui media, Demonstrasi, Surat pengaduan dan Kotak pengaduan

e. Pembiayaan. Pembiayaan pelaksanaan tolas Tabua dapat bersumber dari APBD Kabupaten, Swadaya dan Sumbangan pihak ketiga.

IV. Kedudukan Tolas Tmanikut Versus Musrenbang dan Reses

Tolas Tmanikut merupakan sebuah sarana komunikasi politik antara masyarakat dengan pemerintah di luar musrenbang dan reses. Karena itu kehadiran Model Tolas Tmanikut menjadi sarana alternatif dalam rangka membangun partisipasi masyarakat dalam rangka perumusan kebijakan dan pelayanan publik yang efektif dan akuntable. Jadi pada prinsipnya, kehadiran Tolas Tmanikut melengkapi berbagai sarana komunikasi yang dibangun selama ini.

*******

Pada akhirnya tim kerja kolaborasi mengucapkan terimaksih atas dukungan pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara yang bekerjasama dengan Pemerintah Jerman melalui program Good Local Governance yang menghidupakan kembali nilai Tolas Tmanikut dengan tetap mengintegrasikan nilai demokrasi sehingga pada akhirnya dapat menciptakan pemerintahan daerah yang baik. Terimaksih juga disampaikan pada ibu Bivitri Susanti (Peneliti senior PSHK Jakarta) yang sudah membantu tim dari aspek legal formalnya, juga kepada teman-teman pers yang turut menyumbang; yopy (timor express) Ibu Ana Djukana (Pemred harian kota Kursor) dan terisitimewa Rusdi (Sahabat FM) yang selalu meliput secara langsung setiap kegiatan tim....Salam...