Wednesday 5 November 2008

Rakyat Menangkan Obama, Obama Menang?

Oleh: Rizky Argama

Tidak lama lagi, dunia segera tahu, Obama atau McCain yang akan menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) periode berikutnya. Lepas dari kenyataan bahwa sesungguhnya--menurut saya--tidak akan ada dampak yang sangat bermakna bagi keseluruhan masyarakat Indonesia apabila Obama menang atau kalah, ada yang lebih menarik untuk kita ulas terkait perhelatan akbar ini.

Hal menarik itu adalah sistem pemilihan yang digunakan di AS, yaitu "electoral college". Seperti diketahui, sistem ini membedakan antara "popular vote" dan "electoral vote", tolong dikoreksi kalau salah terminologi. "Popular vote" termanifestasikan melalui suara rakyat AS yang masuk ke setiap negara bagian, dan selanjutnya digabung dan dijumlahkan secara nasional. Seandainya, pada penghitungan suara ini, Obama meraih dukungan terbanyak, ternyata tidak dengan sendirinya McCain dinyatakan kalah dalam pemilihan ini.

"Electoral vote"-lah yang menentukan hasil final. "Electoral college",
lembaga inilah yang juga sangat menarik kita bahas kedudukannya. Tahun 2000, ketika Bush Jr berhadapan dgn Al Gore, hasil "popular vote" berbanding terbalik dengan "electoral vote". Pilihan keseluruhan rakyat AS lebih banyak jatuh ke Al Gore, sementara "electoral" menyatakan lain, dan akhirnya Bush Jr-lah yang berhak atas kursi AS-1.

Sistem inilah yang oleh sebagian orang (termasuk warga AS) disebut demokrasi semu. Ternyata, AS tidak menggunakan suara rakyatnya secara langsung untuk menentukan pemimpin, melainkan melalui sebuah "lembaga pemilih" yang oleh Konstitusi AS diberi wewenang untuk mewakili rakyatnya.

Bagaimana sebenarnya sistem pemilihan di AS?Apa itu "electoral college", dan bagaimana kedudukan serta fungsinya? Pertanyaan-pertanyaan ini yang menurut saya sangat menarik untuk dibahas secara mendalam.

Hal lain yang juga menarik, lihatlah kejadian tahun 2000, walaupun hasil pilihan rakyat dan hasil pilihan "electoral" bertolak belakang, namun tak terjadi gejolak yang berarti di tengah masyarakat Negeri Paman Sam. Apa jadinya seandainya sistem seperti ini diterapkan di Indonesia?

Jadi, jangan riang dulu kalau Obama dapat suara paling banyak malam ini. Perubahan melalui slogan "CHANGE, We Believe In" bisa saja urung terjadi seandainya "electoral" berkata lain esok malam.

4 comments:

  1. Gama betul soal electoral college itu. Dan kebetulan Washington state ini adalah 1 dari 48 negara bagian yang menerapkan "winner-take all". Artinya, kl Obama menang, maka 11 electoral votes (Washington state punya 11 electoral votes) akan menjadi "milik" Obama.

    Di seluruh AS ada 538 electoral votes dan dibutuhkan 270 utk menang. Mari kita lihat nanti ;-)

    Sekalian cerita. Di sini sejak bln lalu semua orang dikirimi voters'
    pamphlet utk Negara bagian Washington (Washington State, bedakan dengan Washington DC). Dari sinilah gw mempelajari pemilu sini :-)

    Di negara bag. ini, ballot papernya tebel euy. Isinya: 8 pasang kandidat pres/wapres (kita hanya tau 2, padahal ada 8, ada yang dr kelompok libertarian segala, green party, 1 kandidat independen, etc), 1 orang
    senator dr sini (US Senator dipilih secara staggered (maaf ga tau bhs indonesianya, bertingkat? bertahap?) 4 thn dan 2 thn dan ada yang habis thn
    ini) plus sederet pejabat negara bagian dan kota. PLUS lagi, amandemen "King
    County" Charter dan policy propositions (jadi seperti referendum utk kebijakan tertentu) khusus utk warga Kota Seattle. Misalnya soal "mass transport" dan penerapan pajak khusus untuk pike place market yang terkenal itu. Di dalam voters' pamphlet ini, policy propositions-nya dijelaskan berikut analisis dampak kebijakannya.

    Nah kebayang kan tebalnya kertas suara mereka? Kalau kita skrg pake sistem "contreng", di sini seperti UMPTN, mewarnai bulet2 :-) tp nggak pake pensil
    2B, melainkan harus pake pulpen.

    Pejabat "lokal", berdasarkan konstitusi negara bag.Washington dipilih pertama kali pada "primary" bulan Agustus, sehingga pada tahap ini masing2
    tinggal 2 kandidat yang bertanding. Pejabat2 yang dipilih a.l: governor, liutenant governor (=wagub), secretary of state, state treasurer, state
    auditor, attorney general, etc. Bbrp district legislatures yang kebetulan masa jabatannya habis juga sekalian dipilih di sini (tidak semua pada saat
    yang bersamaan, semua dibuat model "staggered" utk menjaga checks and
    balances).

    Yang menarik, di Washington State ini hakim MA negara bagian dan hakim tingginya juga dipilih dengan popular vote. Dulu wkt gue, dafi, aria, baim ke sini 2004, Pak Dan mengenalkan kami pada salah 1 kandidat hakim yang lagi "kampanye".

    ReplyDelete
  2. Wow makin seru nih dapat info tambahan dari Mba Bibip. Pantesan semalam waktu liat siaran langsung di CNN, pd saat Obama mengisi kertas suara, gw bertanya2, apa yang lagi dia isi?Kok lama bgt dan kertasnya berlembar2 dengan banyak tulisan yang berukuran kecil. Ternyata itu jawabannya.

    Gw mo tanya berberapa hal dong Mba, voters' pamphlet itu dibagikan oleh negara ato merupakan gerakan NGO yang sangat massive Mba?. Terus siapa yang menganalisis dampak kebijakannya? Apakah setiap calon memang diharuskan membuat policy propositions berikut analisis dampak kebijakannya, atau ada tim khusus yang menganalisisnya secara objektif?

    Hal lain yang juga menarik perhatian gw, mengenai penggalangan dana kampanye Obama. Yang gw mau tau, bagaimana regulasi AS mengatur mekanisme soal itu, sehingga pelaksanaannya bisa transparan dan akuntabel?. Mungkin Mba Bibip ato yang lain bisa nambahin cerita soal ini, tq.

    Salam,
    Maryam

    ReplyDelete
  3. Gue buka komentar ini dengan mengutip pidato obama (-opapa):

    "It was built by working men and women who dug into what little savings they had to give five dollars and ten dollars and twenty dollars to this cause. It grew strength from the young people who rejected the myth of their generation's apathy; who left their homes and their families for jobs that offered little pay and less sleep; from the not-so-young people who braved the bitter cold and scorching heat to knock on the doors of perfect strangers; from the millions of Americans who volunteered, and organized, and proved that more than two centuries later, a government of the people, by the people and for the people has not perished from this Earth. This is your victory."

    Kutipan di atas menggambarkan dengan "indah" cara mereka mengumpulkan duit "halal" utk kampanye. Kl gue jadi ICW/TI yang lg advokasi dana kampanye, cerita ini akan gw pakai deh :-). Mereka memang mengumpulkan sumbangan kecil2 dr para pendukung mereka. Caranya dengan membuka "dompet" sumbangan di website obama dan ketok pintu satu2 (door to door). Menarik, terutama yang kedua. Mereka punya banyak volunteers, demokrat muda, yang kerjanya mengetuk pintu2 rumah dan minta sumbangan pada saat ada debat atau waktu2 lain yang dianggap strategis. Orang2 "biasa" yang ingin berkontribusi pada perubahan, Arlene misalnya, dengan rela nyumbang barang 10-20 dolar. Di website juga begitu, dengan mudah kita bisa transfer online (online payment common banget di sini, jadi memang mudah untuk banyak orang, di Indonesia kan beda), ada yang transfer 5 dolar, 50 dolar, 100 dolar. Ini sebenarnya model fund raising yang bagus krn bisa meningkatkan partisipasi pemilih.

    Tentu saja korporasi juga memberi dana yang besar. Hanya luar biasanya Obama dibanding McCain, gw lupa angkanya yang pasti, tp kira2 lebih dari 70% dana kampanye Obama dari penyumbang kecil yang 10-20 dolar itu.

    Biar email ini ga kepanjangan, utk baca lengkap campaign finance law mereka, klik: http://www.fec.gov/law/feca/feca.shtml

    Berapa limit nyumbang? Klik: http://www.fec.gov/pages/brochures/contriblimits.shtml

    Transparansi campaign finance:
    http://www.fec.gov/press/bkgnd/pres_cf/pres_cf.shtml

    Policy propositions itu bukan dari kandidat, itu adalah model jajak pendapat mengenai kebijakan (policy referendum on policies) yang diatur oleh konstitusi masing2 negara bagian. Jadi policy impact dll itu dibuat oleh pemerintah yang WAJIB minta persetujuan rakyat atas isu2 tertentu (biasanya referendum atau tidak ditentukan legislatif negara bagian atau Court, tergantung konstitusi negara bagiannya). Fyi aja, di negara bagian california, dalam pemilu kemarin referendum atas pelarangan gay marriage disetujui (ini kajian menarik krn ada tarik menarik antara pengadilan dan legislatif California ("dialogue" between court and legislative), tp akhirnya "rakyat" yang memutuskan, melalui referendum ini).

    Voters pamphlet dibagikan oleh pemerintah yaitu KPU-nya. Tapi di luar itu banyak hal yang secara mandiri dilakukan oleh orang2 di sini. Misalnya di bungkus pizza :-) ada penjelasan mengenai pemilu. Di toko2, ada suruhan utk vote, boneka2 dll.

    Gue kira ini karena "kultur" politiknya sudah "dewasa". Politik tidak tabu dan jadi keseharian yang wajar. Di hampir setiap rumah ada plang2 "obama" atau McCain. Mereka terbuka dengan pilihan politiknya. Di Indonesia kita "belum" (kembali) begitu krn selama puluhan tahun kita diindoktrinasi oleh Orba bahwa politik itu urusan pemerintah, bukan urusan rakyat. Anak2 80-an (Maryam dan Gama tidak termasuk hehe) mungkin ingat ada semboyan "politik no, pembangunan yes" (sampai 1997 gw inget di lampu merah fatmawati masih ada plang ini). Politik dijauhkan dari kehidupan orang biasa. Hanya elite dan pemerintah yang "boleh" berpikir soal politik. Namun bandingkan dengan masa sebelum Orba. Gue ada foto2nya bagaimana kita pernah punya "kultur politik" yang nyaris seperti ini. Bendera masyumi, PKI, PSI dll bebas saja dikibarkan di depan rumah pada 1950-an. Orang2 biasa ngobrol politik di warung kopi. Dan para pemuda-pemudi macam sukarno muda atau tan malaka muda biasa punya kelompok diskusi politik.

    ReplyDelete
  4. wah mba bibip..sebuah informasi pembelajaran yang baik ni...b yakin tanggungjawab obama kepada rakyat yang mendukungnya secara penuh tidak akan terhapus dan tersingkir dari pikiran dan hati obama!! mungkin para politisi dan partai di Indonesia tidak melihat obama sebagai figur memori (pernah tinggal di Indonesia) yang dibanggakan hehehe. tapi proses pembelajaran tersebut dapat diambil sebagai langkah reformasi politik terutama peran mereka dalam membangun pemahaman politik bagi masyarakat dan sistim politik yang lebih dewasa bukan primodialisme politik yang diajarkan hah!!!

    tirmaksih buat mba bibip yang dalam kesibukan sekolahnya masih sempat bagi ilmu ne...

    ReplyDelete