Tuesday 2 January 2007

Peraturan Hompimpah

Di sela-sela kesibukan luar biasa di akhir tahun 2006 ini saya berusaha menyempatkan diri untuk menuangkan ide “kategori asal-asalan” mengenai pengelompokkan peraturan yang saya rumuskan berdasarkan pengalaman mengamati urusan legislasi beberapa tahun belakangan ini.

Penting untuk dicatat bahwa saya tidak membuat tulisan ini untuk dijadikan sebagai referensi ilmiah. Oleh karenanya, saya menyatakan tidak sudi bertanggungjawab kepada orang yang menjadi sesat pikir setelah mencoba menganalisis secara berlebihan tulisan ini.

Saya berharap tulisan ini dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi perancang peraturan (progresif) dalam mengenali berbagai kategori peraturan secara kritis dan imajinatif.

Pembuatan kategori peraturan yang saya buat di sini sebagian besar saya karang dan sebagian kecil berasarkan pengalaman. Saya membuat beberapa kategori yaitu: 1) Peraturan Hompimpah, 2) Peraturan Sambas, 3) Peraturan Herman, dan 4) Peraturan Pollycarpus.

Berikut adalah penjabaran atas kategori yang saya buat itu:

1. Peraturan Hompimpah

Hompimpah Alaiyum Gambreng
Pok Ijah Pakai Baju Rombeng!

Absurd! Tidak jelas bahasa apa yang dipakai, apa maksudnya, dan mengapa masih digunakan oleh anak-anak hingga kini.

Kategori Peraturan Hompimpah saya buat untuk mengelompokkan peraturan yang absurd dari segi bahasa maupun makna, namun masih berlaku hingga saat ini.

Coba lihat pasal ini:

Tidak dibolehkan dan batal adalah tiap janji antara majikan atau seorang pegawainya atau kuasanya dan seorang buruh yang bekerja di bawah salah seorang dari mereka itu, di mana buruh ini mengikatkan diri untuk menggunakan upah atau pendapatan lainnya seluruhnya atau sebagian menurut suatu cara tertentu atau pun untuk membeli barang keperluannya di suatu tempat atau dari seseorang tertentu...
(Pasal 1601s KUH Perdata Buku Ketiga tentang Perjanjian).

Sebagaimana lagu permainan Hompimpah, mungkin hanya Tuhan dan penulisnya yang benar-benar paham apa maksud sebenarnya dari pasal itu. Dalam hal KUHPerdata alias Burgerlijk Wetboek (BW), mungkin hanya Prof. Subekti dan R.Tjitrosudibio (para penerjemah BW) yang paham apa maksud sebenarnya dari kalimat rumit di atas.

Peraturan seperti ini harus mulai diubah. Kita tidak boleh menjadi bangsa yang diatur oleh hukum yang kita sendiri tidak mengerti maknanya. Dalam tingkat keajaiban yang nyaris setara, sebetulnya hal ini juga terjadi pada anak-anak yang masih mengundi giliran dengan lagu hompimpah yang sama absurdnya.

Pasti perlu energi dan waktu untuk membongkar semuanya. Untuk awal, saya ingin mengusulkan revisi lagu Hompimpah dengan metode perancangan kalimat yang baik dan benar. Berikut usulan saya:

Ha Ha Ha Mari Bergembira
Mari Undi Giliran Siapa!

Bahasa yang dipakai jelas (Bahasa Indonesia), maknanya jelas, maksudnya jelas (untuk mengundi giliran dalam permainan), lebih jauh lagi tidak ada diskriminasi perempuan (Pok Ijah) yang entah kenapa mendadak harus pakai “baju rombeng”.

Dunia lebih indah kalau semakin banyak orang yang paham tentang metode perancangan yang baik.

2. Peraturan Sambas

Ricky Jacob, ya, Ricky menggiring Bola
Sendirian dia di depan…
Yaaaaa…Aaaaaaaaaaggghh
Maksudnya BaiiiiiiK

“Maksudnya Baiiiiiik…” adalah kalimat ekspresi yang paling saya ingat dari pembawa acara (Alm.) Sambas dalam acara-acara pertandingan bola di radio ataupun televisi. Sambas tampak selalu mengapresiasi suatu niat baik. Tak peduli tendangan Ricky Jacob terlalu jauh melenceng ke atas ataupun terlalu pelan untuk menjebol gawang lawan. Sambas tak peduli, yang pasti Ricky Jacob telah bermaksud baik.

Kategori Peraturan Sambas saya buat untuk mengelompokkan peraturan yang tidak menjamin pelaksanaan (implementasi) yang baik.

Ada banyak sekali peraturan yang masuk dalam kelompok ini. Utamanya peraturan yang melahirkan unit atau institusi baru seperti Komisi Pemberantasan Korupsi ataupun komisi-komisi lainnya. Seringkali peraturan tersebut tidak cukup menjamin pelaksanaan yang baik seperti darimana dukungan dana untuk komisi itu diperoleh? Berapa gajinya? Apa statusnya? Di mana kantornya? dll.

Perancang peraturan progresif mulai harus secara bersama-sama menentang kredo umum yang sering berbunyi: “Peraturannya sudah baik, implementasinya yang buruk”.

Kredo tersebut tidak hanya menyesatkan, tapi juga menimbulkan rasa frustrasi, bahkan rasa rendah diri kolektif bagi suatu bangsa. Masyarakat jadi mulai mempertanyakan, jangan-jangan bangsanya mempunyai “mentalitas buruk” yang memang berkontribusi besar terhadap gagalnya transformasi sosial melalui peraturan.

Satu pegangan penting yang harus kita ingat: Peraturan yang baik adalah peraturan yang menjamin pelaksanaan yang baik.

Sambas seharusnya memberikan analisis dalam komentarnya kenapa Ricky Jacob gagal menjebol gawang lawan. Misalnya seperti ini:

Maksudnya Baiiiiikkk, tapi terlalu melenceng jauh ke kanan
Ricky Jacob seharusnya diberi latihan intensif untuk menendang bola minimal 8 jam sehari…
Ricky Jacob seharusnya dinaikkan gajinya sebesar sekian juta rupiah…
Ricky Jacob seharusnya… dst

Begitu mungkin seharusnya komentar Sambas. Tapi saya tak mau menyalahkan Sambas. Bagaimanapun, maksudnya baik.

3. Peraturan Herman

Kategori yang satu ini 100% terinspirasi dari tulisan Dewi Lestari berjudul “Mencari Herman” dalam buku “Filosofi kopi”-nya.

Dewi Lestari mengisahkan betapa sulitnya mencari orang yang bernama Herman di era globalisasi ini. Ketika membaca “teori” itu saya langsung berpikir keras berusaha mengingat-ingat. Ternyata sejak kecil hingga kini saya tidak pernah punya teman bernama Herman. Satu-satunya Herman yang saya ingat pada masa lalu ialah aktor Herman Ngantuk yang bermain di serial TV setiap minggu pada masa itu, dan ia bukan teman saya.

Herman sulit dicari, tapi bukan berarti tidak ada.

Kita mungkin pernah berpapasan dengan orang bernama Herman di pasar ataupun di pertokoan. Kita mungkin pernah berada dalam bis kota atau gerbong kereta yang sama dengan Herman. Uang kertas di tangan kita, mungkin pernah dipegang oleh seseorang bernama Herman. Herman ada, namun sulit dicari.

Kategori Peraturan Herman adalah untuk mengelompokkan peraturan yang ada, berlaku, tapi nyaris tidak ada yang tahu karena sulit ditemui.

Peraturan yang banyak masuk dalam kategori Peraturan Herman sebagian besar adalah peraturan lama yang masih berlaku hingga kini. Sebut saja Stb. 1870-64 Tentang Perkumpulan Berbadan Hukum dan banyak lagi peraturan ‘usang’ lainnya.

Coba saja tanya beberapa orang notaris yang anda kenal. Tanyakan kepada mereka apakah Perkumpulan dapat berdiri sebagai badan hukum? Saya sudah coba bertanya kepada beberapa notaris yang lumayan handal dan bernas. Sebagian besar mereka ternyata tidak tahu bahwa ada dan masih berlaku Stb. 1870-64 Tentang Perkumpulan Berbadan Hukum. Itulah salah satu sebab mengapa mayoritas badan hukum yang direkomendasikan oleh para notaris untuk digunakan dalam kegiatan sosial adalah badan hukum Yayasan. Karena mereka tidak mengenal Herman!

Perancang yang baik harus kenal banyak Herman. Untuk mengenal banyak Herman haruslah melalui riset mendalam. Mengidentifikasi berbagai Peraturan Herman sagatlah bermanfaat dalam perancangan, utamanya dalam menyusun konsideran menimbang ataupun mengingat.

Perancang peraturan harus selalu berasumsi bahwa Herman ada dan perlu dicari.

4. Peraturan Pollycarpus

Pollycarpus lebih kejam dari Poligami. Pollycarpus terlibat dalam misteri pembunuhan salah satu manusia terbaik harapan bangsa yang pernah dilahirkan Indonesia, Munir.

Mau disangkal bagaimanapun, kita semua bisa melihat ada sesuatu yang aneh dengan perilaku pilot berwajah licik itu. Ada suatu agenda rahasia di balik kisah si pilot.

Saya membuat kategori Peraturan Pollycarpus untuk mengelompokkan peraturan-peraturan yang mempunyai agenda terselubung di belakangnya.

Dalang dari Peraturan Pollycarpus seringkali sebenarnya tidak sulit untuk dilacak. Sebagaimana catatan hubungan telpon seluler si pilot dengan seorang pejabat BIN yang teramat jelas, Peraturan Pollycarpus juga sering mudah dilihat dari agenda atau kesepakatan-kesepakatan yang dibuat negeri ini dengan penggerak-penggerak Neo-Liberalisme.

Sebut saja UU Yayasan ataupun UU Kepailitan yang jelas-jelas termaktub dalam Letter of Intent dari IMF. Atau kita bisa lihat berbagai kebijakan perekonomian yang mendadak sontak menjadi sangat liberal karena adanya berbagai kesepakatan yang diratifikasi.

Perancang peraturan harus mampu mengenali kategori Peraturan Pollycarpus. Perancang peraturan harus benar-benar menguji apakah peraturan tersebut sesuai dengan kondisi empirik negeri ini dan apakah akan menjadi suatu solusi ataukah justru akan menimbulkan masalah baru.

Demikianlah beberapa kategori peraturan yang saya buat, semoga bermanfaat bagi siapapun yang mau memahaminya.

3 comments:

  1. Wah tulisan yang jenaka dan enak dibaca! Sayang saudara Ery enggan bertanggung jawab atas tulisannya. Padahal bukan tidak mungkin ini bisa dijadikan teori legislasi yang baik dan komunikatif. Jadi sebaiknya bung eri jangan sok sibuk dan mulai mengembangkan teori hompimpahnya secara lebih serius.

    ReplyDelete
  2. kebetulan, di hukumonline ada jurnalis bernama Herman. benarkah mencari Herman itu susah?

    ReplyDelete
  3. hehehe, maaf, tapi nama anda Hermansyah bukan Herman. Ada banyak Suherman, Hermanto, Hermance dll, tapi yang originally "HERMAN", kini sudah langka. anyway, thx atas comment-nya ya!

    ReplyDelete