Wednesday 11 May 2011

Sumba Barat: Manda Elu #3

Tambal Sulam Peraturan Daerah
Setelah sempat beristirahat pada hari Minggu, kami melanjutkan acara pada Senin, 18 April 2011. Kali ini, acara dilakukan di Manda Elu. Karena maknanya yang bagus, manda elu digunakan sebagai nama jalan dan nama tempat di sana.

Jumlah peserta tidak seperti acara sebelumnya, tetapi semua peserta yang hari itu merupakan nama-nama yang hadir ketika seminar. Setidaknya, mereka paham betul karena sudah melalui proses demi proses dalam perancangan peraturan daerah tersebut. Lima belas nama telah diumumkan ketika seminar. Semua datang pagi hari di Manda Elu. Tetap menggunakan asas dasar partisipasi, tiap elemen warga diusahakan untuk diwakili untuk turut membahas rancangan.

Perkenalan mendalam tetap menjadi pembukaan acara ini. Kemudian, alur prose ini pun dijelaskan, yaitu pedoman 5 D yang terdiri dari Define, Discover, Dream, Design, Detail. Jadi, selama tiga hari ke depan, kami melewati kelima proses itu. Sebenarnya, hasil penelitian dan seminar dapat membantu proses Define, Discover, dan Dream.

Define
Untuk memulainya, peserta melangkahkan kaki pada tapak Define, yaitu menentukan situasi sosialnya. Peserta diajak berdiskusi untuk menentukan tahapan proses yang harus dilalui untuk melahirkan peraturan daerah. Proses itu dijangkau sejak awal, seperti Musyawarah Rencana Pembangunan Dusun (Musrenbangdus) hingga penetapan APBD. Tak hanya itu, rangkaian aktor dalam setiap tahapan pun sudah mulai dipetakan.

Discover
Proses selanjutnya adalah Discover, yaitu mengeksplor kekuatan yang dimiliki Sumba Barat. Seperti hasil penelitian yang telah dipentaskan, kami sepakat bahwa sebenarnya Musrenbangdus merupakan hasil dari proses tahapan panjang yang telah terjadi sebelumnya. Warga banyak berdiskusi dalam rapat adat, penyuluhan, pertemuan rutin kelompok petani, dan lain sebagainya. Maka itu, hasil diskusi dari semua warga dapat disaring dan disuarakan oleh tiap wakilnya dalam Musrenbangdus. Kemudian, suara itu pun dilanjutkan lagi pada tingkat desa, hingga kabupaten. Jadi, forum nonformal warga merupakan kekuatan terbentuknya partisipasi di Sumba Barat.

Dream
Tak terasa, hari Senin telah berakhir. Kami pulang untuk beristirahat dan mengumpulkan energi untuk keesokannya. Hari Selasa dimulai dengan memaparkan tiap tahapan proses dari alur panjang yang dibuat kemarin. Tentu saja, pemaparan itu harus sesuai dengan impian Smba Barat yang telah dipresentasikan ketika Seminar Rancangan Peraturan Daerah Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif Sumba Barat.

Design
Peserta langsung dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok dilakukan berdasarkan alur proses pembuatan peraturan daerah yang dibuatnya kemarin. Setelah itu, peserta sibuk menjabarkan tugas kelompok yang diberikan berdasarkan enam kelompok aturan, yaitu aktor, lembaha pelaksana, sanksi, pembiayaan, lembaga sengketa, serta monitoring dan evaluasi.

Semua peserta sibuk turun tangan. Untuk membuatnya semakin menarik, peserta menuliskanya pada kertas metaplan warna-warni dan menempelnya pada kertas besar. Jadi, kelompok lain dapat melihat juga untuk menjaga alur. Pada penghujung hari, peserta menyadari panjangnya proses yang harus dilalui dalam tiap perancangan peraturan daerah. Meskipun demikian, mereka pun menjadi tahu celah untuk menyuarakan aspirasi dalam tiap tahapan proses.

Detail
Hari terakhir telah tiba. Setiap kelompok sudah siap dengan penjabaran akan enam elemen peraturan yang mereka buat kemarin. Sampailah jejak kami pada tapak Detail, yaitu membuat peraturan perundangannya. Pada tahap itu, peserta menentukan perilaku baru yang diharapkan. Lalu, menuagkannya dengan menggunakan norma dan anjuran dalam kalimat perundangan lain.

Sampailah kami pada tahap terakhir. Karena terlalu banyak tahapan proses yang harus dijabarkan, peserta belum menyentuh tahap akhir untuk merampungkannya. Setidaknya, hanya satu langkah lagi untuk menyelesaikan Ranperda Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif Sumba Barat.



Naskah Akademik Berikut Naskah Visual
Sebelum terlupa, ada beberapa orang dipisahkan dari kelompok untuk menyelesaikan naskah akademik sebagai bahan dasar pembahasan Ranperda tersebut. Dengan modal hasil penelitian, seminar, serta pengetahuan menadlam akan Sumba Barat, mereka menulis naskah akadmeik dengan tekun.

Selain itu, salah satu videografer ternama—Bjeou—telah mempersiapkan naskah visual berupa film. Film itu tidak akan jauh dari naskah akademik yang dibuat oleh teman-teman, hanya media yang digunakan berbeda. Jadi, lebih banyak orang dapat mengakses naskah visual dan memahami konteks Sumba Barat. Perlu diketahui pula, metode itu pun dapat dikatakan belum pernah dilakukan di Indonesia sebelumnya. Jadi, Sumba Barat merupakan daerah pertama sebagai pemberi kabar baik itu.

Kembali ke Jakarta
Itulah kisah yang saya bawa kembali ke Jakarta. Banyak pengalaman berharga dan kabar baik yang saya bawa dari Sumba Barat. Saya semakin percaya, semua bisa dilakukan, tidak terbatas oleh siapa dan di mana. Potensi dan keinginan kuat merupakan modal utama, lainnya hanyalah penunjang.

Tunggu kabar baik lain dari daerah berbeda!

No comments:

Post a Comment