Monday 11 December 2006

Hukum untuk Transformasi Sosial

Mungkin sebagian besar orang di Indonesia saat ini sangsi bahwa hukum ada pengaruhnya terhadap perubahan sosial. Apalagi untuk percaya sampai mentransformasi kondisi sosial, "kayaknya gak mungkin deh!". Malah sebaliknya, hukum lebih sering dianggap menguntungkan status quo. Cuma buat melesetarikan kepentingan dan kelompok yang sedang berkuasa saja. Lalu apa gunanya kita belajar apalagi meyakini bahwa peraturan perundang-undangan bisa jadi sarana memperjuangkan kepentingan kaum marjinal? Apa tidak salah kaprah? Apa tidak buang-buang energi saja?

Kaum yang sangsi memang punya alasan teoritik maupun empirik. Tak susah sama sekali untuk percaya pada apa yang dipidatokan penganut Marxist klasik bahwa hukum hanyalah alat kaum berkuasa, kalau di depan mata kita berulang kali disuguhkan peristiwa-peristiwa nyata di mana hukum dan aparatus penegaknya sewenang-wenang terhadap kelompok yang lemah. Perda-perda lebih banyak menggusur daripada memberi tempat hidup bagi keluarga-keluarga yang sudah terjepit hidupnya di kota-kota besar. Aparatus hukum lebih garang kepada tukang beca, pedagang kaki lima, perempuan dan anak-anak di jalanan, tapi justru lemah gemulai dihadapan pengusaha, anak mantan presiden, dan birokrat pemeras.

Namun sesungguhnya, meyakini bahwa hukum sama sekali tak berperan untuk mengubah nasib banyak orang lemah juga bisa menyesatkan, dan malah menguntungkan yang sedang berkuasa juga. Hukum sebagai sarana memang punya keterbatasan, tapi juga punya kekuatan. Contoh di atas sebetulnya secara tak langsung membuktikan, kalau hukum ada pengaruhnya pada perubahan sosial.

Masyarakat sejatinya selalu berubah, tidak statis, seperti sungai. Air dan berbagai unsurnya bergerak menuju arah tertentu. Hukum, baik yang tertulis maupun tidak, sebetulnya seperti endapan sungai alias sedimentasi. Cenderung statis dan mengarahkan arus aliran sungai.

Ada tiga hal yang membuat hukum lebih kokoh: perspektifnya (dasar filosofisnya), materi pengaturannya dan kelembagaannya. Semakin erat kaitan di antara ketiganya semakin kokoh bangunan hukum yang terbentuk. Tiga hal inilah yang mesti dipertimbangkan bila menginginkan hukum yang proses pembentukan dan pelaksanaannya mendorong transformasi sosial. Jadi, perancang yang progresif, pasti akan mempertimbangkan tiga unsur bila ingin melakukan perubahan sosial melalui hukum.

No comments:

Post a Comment